Sabtu, 16 April 2011
Maksiat dan Akibatnya di Dunia dan Akhirat
Allah SWT dalam mensyari'atkan segala sesuatu atas hambanya pasti menyertakan hikmah di dalamnya. Namun demikian, bukan kewajiban hamba itu untuk mengetahui hikmah tersebut, tetapi jika ia mengetahui hikmah-hikmah tersebut, maka itu lebih baik, karena akan memotifasinya untuk istiqamah dalam melaksanakan syari'ah Allah SWT itu.
Harus diyakini bahwa Allah SWT tidak memerintah suatu perintah kecuali pasti ada manfaat bagi hamba yang mentaatinya. Demikian pula sebaliknya, Allah tidak melarang sesuatu kecuali pasti ada mudlarat untuk hamba yang melanggarnya.
Al Imam Ibnul Qayyim Al jauziyyah dalam kitabnya: "Al jawaab al kaafi liman saala 'an addwaa asy syaafii" hal 139 pasal 14 berkata: "Perbuatan maksiat berakibat buruk dan berbahaya bagi kehidupan di dunia maupun akhirat." Seberapa besar akibat buruk dan bahaya yang ditimbulkan, hanya Allah SWT yang tahu.
Diantara akibat buruk dan bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan maksiat itu adalah:
1. Terhalangnya pelaku maksiat dari ilmu yang sedang dipelajari.
Ilmu adalah cahaya yang Allah SWT pancarkan didalam hati seseorang sedangkan perbuatan maksiat memadamkan pancaran cahaya itu. Suatu ketika Imam Asy Syafi'i duduk dihadapan imam Malik mengaji sebuah kitab, melihat itu imam Malik terhadap kecerdasan dan daya faham imam Syafi'i yang sempurna, maka beliaupun berkata kepada imam Syafi'i: "Sungguh, saya menyaksikan bahwa Allah SWT telah mengkaruniakan cahaya dihatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan kelamnya perbuatan maksiat."
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Syafi'i berkata:
"Saya mengadu kepada Syeikh Waqi' tentang buruknya hafalanku, maka beliau menasehatiku agar meninggalkan perbuatan maksiat."
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan bahwa imam Syafi'i berkata:
"Ketahuilah bahwasanya ilmu itu karunia. Dan karunia Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat."
2. Terhalangnya pelaku maksiat dari rizki yang ia usahakan.
Dalam kitab Al Musnad disebutkan sebuah hadits:
"Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rizqi karena dosa yang diperbuatnya."
Sebagaimana taqwa kepada Allah SWT bisa mendatangkan rizki, maka meninggalkan taqwa atau berbuat maksiat bisa mendatangkan datangnya kefakiran/kemelaratan.
3. Pelaku maksiat merasakan gundah dan kerisauan hati.
Dia tidak bisa merasakan lezatnya ibadah kepada Allah SWT walaupun kelezatan dunia berlimpah disisinya, hal itu tidak mampu menghapuskan kegundahan dan kerisauan hati yang diakibatkan oleh perbuatan maksiatnya. Keadaan buruk ini tidak akan disadari kecuali oleh orang yang hidup dengan iman dan taqwa, karena pedihnya syatan tidak akan dirasakan oleh orang yang telah mati.
Kepada seorang lelaki yang datang mengadukan kegundahan dan kerisauan hatinya, seorang bijak berkata: "Jika engkau gundah dan risau akibat perbuatan maksiat, maka tinggalkanlah maksiat itu pasti kamu tentram, jika kamu mau."
Tidak ada yang lebih pedih melebihi pedihnya kegundahan dan kerisauan hati yang menimpa seorang pendosa. Semoga Allah menjauhkan kita dari perbuatan dosa dan maksiat.
4. Terjadi ketidak harmonisan antara pelaku maksiat dengan orang yang disekitarnya, lebih-lebih dengan orang yang baik-baik.
Ketidakharmonisan itu menguat, maka pelaku maksiat akan semakin diisolir dari pergaulan lingkungan, dan semakin dekat dengan lingkungan setan, bahkan ia akan dimusuhi oleh istrinya, anak-anaknya, kerabatnya, bahkan oleh dirinya sendiri. Seorang salaf berkata: "Dampak buruk dari perbuatan maksiat itu, nampak pada binatang ternaknya, juga pada keluarganya."
5. Pelaku maksiat menemukan segala urusannya menjadi sulit. Semua problem hidup selalu mengalami kebuntuan dalam penyelesaiannya.
Demikianlah, barang siapa yang bertaqwa kepada Allah SWT, maka akan Allah jadikan baginya kemudahan dalam segala urusan. Tetapi barang siapa yang berbuat maksiat dan tidak bertaqwa kepada Allah SWT, maka Allah jadikan baginya kesulitan dalam segala urusan.
6. Pelaku maksiat akan merasakan kegelapan hati, seperti ia rasakan gelapnya malam yang gulita. Kelamnya perbuatan maksiat menjadi penyebab gelapnya hati, seperti kelamnya malam menjadi penyebab gelapnya penglihatan mata.
Taqwa/taat adalah cahaya penerang, maksiat adalah kegelapan, ketika perbuatan maksiat selalu bertambah, maka bertambah gelaplah hatinya, sehingga pelaku maksiat semakin sesat dan terjerumus dalam perbuatan bid'ah dan merugikan tanpa dia tahu seperti seorang buta berjalan sendirian dalam kegelapan malam yang amat kelam.
Ketika kelamnya maksiat semakin menguat dihati, maka akan nampak pengaruhnya dimata dan diwajah, sehingga semua orang bisa melihatnya.
Abdullah bin Abbas berkata: "Perbuatan baik mempunyai dampak bagi bersinarnya wajah, cahaya dihati, lapangnya rizki (yang baik), kuatnya ibadah, dan dicintai oleh sesama. Sedangkan perbuatan buruk mempunyai dampak bagi suramnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, sempitnya rizki (yang baik) dan dibenci oleh sesama.
7. Perbuatan maksiat mengakibatkan lemahnya hati dan fisik.
Hal demikian nampak jelas dan tidak akan hilang pada sosok pelaku maksiat sampai ajal menjemput.
Seorang yang beriman kekuatannya ada pada hatinya, jika kuat hatinya maka akan kuat fisiknya. Adapun seorang yang lacur dan pendosa, walaupun fisiknya kuat tapi menipu belaka, karena hatinya lemah. Ingatlah betapa hebat kekuatan fisik pasukan persia dan romawi pada saat itu, namun mereka bisa dikalahkan oleh orang-orang mukmin yang kuat hati juga fisiknya.
8. Terhalangnya pelaku maksiat untuk taat kepada Allah SWT.
Seandainya tidak ada siksa bagi pelaku maksiat kecuali terhalangnya dia dari taat kepada Allah SWT maka itu sudah cukup sebagai siksa baginya. Dia akan terhalang dari taat kepada Allah SWT untuk seterusnya, padahal satu ketaatan jika ia lakukan nilainya lebih baik dari dunia dan seisinya.
Akibat perbuatan maksiat, pelakunya akan terhalang dari ketaatan kepada Allah SWT, keadaan demikian adalah seperti orang sakit yang memakan makanan pantangannya. Sehingga akibatnya dia terhalang dari makanan-makanan lainnya yang lezat-lezat.
9. Perbuatan maksiat menyebabkan pendek dan hilangnya barokah usia pelakunya, sedangkan perbuatan taat dan kebaikan adalah sebaliknya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan pendeknya usia akibat perbuatan maksiat. Sebagian ulama berkata: "Maksudnya ialah, tidak adanya barokah usia dalam hidupnya. Pendapat ini benar, tapi itu merupakan salah satu saja dari beberapa akibat perbuatan maksiat."
Sebagian ulama lagi berkata :"maksudnya ialah, usianya menjadi pendek dan berkurang dengan sesungguhnya, seperti berkurangnya rizki."
Adanya barokah baik dalam rizki maupun dalam usia adalah merupakan sebab bagi bertambah banyaknya rizki dan usia seseorang dengan tambahan yang sesungguhnya. Sebab boleh jadi bertambahnya usia seseorang disebabkan oleh banyak sebab, sperti halnya masalah rizki, ajal, kebahagiaan, kesengsaraan, kesehatan, sakit, kaya dan miskinnya seseorang disebabkan oleh banyak sebab, walaupun pada hakikatnya semua itu adalah ketentuan Allah SWT. Karena Allah SWT menentukan ketentuan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya dengan melalui sebab-sebab terjadinya ketentuan tersebut.
Sebagian ulama lagi berkata: "Maksudnya ialah, bahwa hakikat kehidupan seseorang adalah diukur dengan hidupnya hati, oleh karenanya maka orang kafir disebut sebagai orang mati walaupun jasadnya hidup, sebagaimana firman Allah SWT:
"Mereka mati, tidak hidup."
Kehidupan yang hakiki adalah hidupnya hati kita dengan nilai-nilai iman kepada Allah SWT. Dan usia yang digunakan dalam kebajikan, ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Secara umum, apabila seorang hamba telah berpaling dari Allah SWT, karena sibuk oleh perbuatan maksiatnya, maka hilanglah hakikat hari-hari kehidupannya. Akibatnya hanya penyesalan yang dia temukan kelak di hari kebangkitan, saat itu ia berkata: "Oh, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amalan shaleh) untuk kehidupanku ini." (Q.S Al Fajar:24).
Barang siapa yang sadar akan pentingnya kebaikan dunia dan akhirat, maka dia akan sadar betapa panjang dan melelahkan jalan kebaikan ini, sehingga dia akan berusaha untuk terus tegak diatasnya. Sebaliknya barang siapa yang tidak sadar akan hal itu, maka dia akan menyia-nyiakan usianya, sibuk dengan kemaksiatan, maka itulah hakikat berkurangnya usia dia.
Kesimpulannya adalah: "Usia seseorang adalah masa hidupnya, tidak dianggap hidup kecuali diisi dengan taat kepada Allah SWT, untuk meraih ridla dan mahabbah-Nya."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar